Slide # 1

Slide # 1

Ini kita lagi di pelabuhan ketapang . jadi ceritaya sebelum study ilmiah ke bali kami foto dulu.. Read More

Slide # 2

Slide # 2

Kalo yang ini kami sudah di lokawisata pantai pandawa . pantai nan indah di pulau dewata ... Read More

Slide # 3

Slide # 3

Ini kami ketika lagi di Garuda Wisnu Kencana .. Read More

Slide # 4

Slide # 4

Dan ini bagian dari kami lagi di bedugul ... Read More

Pages

Rabu, 24 Desember 2014

DILEMA ...

Dilema

          Di kala senja, cucuran keringat mengalir deras mengalir pada diri seorang remaja. Kecintaannya terhadap benda elektronik telah membuatnya lupa akan keberadaannya. Tak kenal lelah dan tak kenal waktu, siang ataupun malam sama saja baginya. Sebut saja Hanur, seorang mahasiswa kedokteran di salah satu universitas terkemuka di Indonesia. Kesenangannya terhadap barang elektronik membuatnya lupa akan jurusan yang dijalaninya. Kuliah pun tak beres kadang masuk dan sering membolos hanya untuk mencari barang elektronik bekas yang bisa digunakan lagi. Berkat kecerdasan otaknya tanpa mengikuti kuliahpun Hanur sudah bisa mengerjakan ujian. Sebab itulah Hanur dapat lulus walaupun jarang berangkat kuliah.
          Mungkin sangat lucu jika seorang sarjana kedokteran  di salah satu universitas terkemuka kini menjadi pengusaha elektronik. Sungguh bidang yang jauh dari jurusan yang ia tekuni sewaktu kuliah. Gelar dokter hanyalah embel – embel yang hanya dipakai di papan nama saja. Semua ini berawal ketika Hanur lulus SMA dan ingin melanjutkan kuliah jurusan elektronik, tetapi keinginannya sangat bertentang dengan kehendak ayahnya yang menginginkan Hanur menjadi dokter.
          “Ayah aku sangat suka dengan barang – barang elektronik, aku ingin sekali bisa membuatnya sendiri. Oleh karena itulah aku ingin masuk jurusan teknik elektro.” Pinta Hanur pada ayahnya. “Tidak anaku kau kan masuk jurusan kedokteran, menjadi dokter lebih memiliki wibawa dibanding menjadi pengusaha.” Dengan tegas ayah Hanur menolak pinta anaknya itu. “Kenap yah..? Aku ini sudah besar dan aku berhak menentukan jalan hidupku sendiri. Aku ingin menjadi pengusaha lantaran aku ingin membuka lapangan pekerjaan bagi orang – orang yang membutuhkannya.” Bujuk Hanur pada ayahnya. “Tidak Hanur ... kau akan tetap menjadi dokter kau itu cerdas dan ayahpun mampu untuk membiayai kamu unhtuk menjadi dokter.” Ayah Hanur tetap bersikeras memaksa Hanur untuk menjadi seorang dokter. Di tengah – tengah perdebatan Hanur dan ayahnya, Ibu Hanur datang dan membujuk Hanur untuk menuruti keinginan ayahnya. “Hanur Kau ini nak laki – laki satu – satunya, jadi kau harus ikuti apa yang ayahmu katakan. Ayahmu hanya ingin kamu sukses dan tak bingung mencari pekerjaan sana – sini dan jika kamu menjadi dokter kehidupanmu dimasa depan akan terjamin.” Bujuk ibu Hanur. “Tapi ibu ... “ Keluh Hanur dengan melas. “Sudah diam kamu, semua ini demi kebaikan kamu juga !” Paksa ayah Hanur dengan keras.
          Dengan sangat terpaksa akhirnya Hanur mengambil jurusan kedokteran seperti yang ayahnya inginkan. Keceriaan yang biasa ia tunjukan bak ditelan bumi. Tak ada rasa senang sedikitpun dihatinya, “Apa boleh buat, ini adalah keputusan ayahku. Aku tak bisa memilih dan aku tak sanggup untuk menentangnya saat ini.” Perasaan pasrah dengan apa yang telah ditetapkan untuknya. 3 bulan Hanur menjalani kuliah dengan lancar, tapi siapa sangka rasa cinta pada elektronik yang telah lama mengakar dihatinya muncul dengan bentuk sikap dan tindakan. Tak jarang ia menyelinap masuk ke fakultas elektro dan diam diam mendengarkan kuliah yang bukan jurusannya. Tak jarang ia membolos kuliah hanya untuk pergi menyelinap masuk ke laboratorium fakultas elektro dan mengotak – atik peralatan yang ada di dalamnya. Hingga akhirnya perilakunya diketahui oleh dosen pembimbingnya, iapun ditegur dan dihukum karena kelakuannya yang lupa dengan jurusan yang ia pilih. “Benar juga yang dikatakan dosenku, jika kau seperti ini terus aku tak akan lulus dari sini dan akau tak akan pernah bebas menjalani hobiku, aku harus belajar dan manahan diri terhadap apa yang akau inginkan untuk sementara waktu.” Perkataan Hanur dalam hati. Sejak saat itu Hanur belajar dan muali bisa fokus dengan mata kuliahnya, waktu terus berjalan dan tak terasa ujian kelulusan telah tiba. Semua mahasiswa mempersiapkannya dengan sangat serius, termasuk juga Hanur yang ingin cepat – cepat meninggalkan bangku kuliah. Waktu yang ditentukan telah tiba, semua orang tua dari mahasiswa datang untuk menyaksikan wisuda anakanya begitu juga orang tua dari Hanur.
          “Ayah Ibu kini aku telah menyelesaikan tugasku. Kini aku telah menjadi dokter seperti apa yang ayah dan ibu inginkan. Semua pengorbanan dan biaya yang dikeluarkan aku ucapkan terimakasih. Kini aku punya 1 permintaan, apakah ayah dan ibu mau mengabulkannya ?” Hanur mengajukan permintaan kepada ayah dan ibunya. “oohhh ... tentu kau telah menuruti apa yang ayah katakan, sekarang katakanlah apa yang kamj inginkan ?” Ayah Hannur menjawab dengan lues dan sangat lembut. “ini ijazahku, kau berikan kepada ayah dan aku mohon ijin untuk pergi ke Jakarta menemui paman Erwin dan belajar untuk menjadi wirausaha. Bolehkah aku ke sana Ayah ?” Pinta Habur pada ayahnya. “Apa kau bilang !!! kamu ini sudah menjadi dokter dan dengan inni kehidupanmu akan baik dan terjamin. Sungguh kau tetap saja seperti yang dulu !!!” Bentak ayahnya dengan keras. “ Tapi ayah ... aku tak nyaman mejadi dokter. Aku sama sekali tak memiliki jiwa dokter. Aku tak bisa lepas dari hobiku mengotak – atik alat elektronik dan aku sangat ingin menjadi wirausaha.” Bujuk Harun dengan melas pada ayahnya. “ Oke kalau itu yang kamu minta pergi saja kamu dari rumah ini, dan jangan pernah kembali sebelum kau sukses dan menjadi orang besar yang dihargai dan diakui masyarakat !!!” Usir ayah Harun . tak disangka kecintaanya pada hobinya telah membuatnya mengecekan ayahnya yang telah bersusah payah membiayai dia untuk menjjadi seorang dokter. Kini semua pengorbanannya sia – sia, yang ia dapatkan hanyalah selembar bukanlah Harun sebagai dokter.
          5 tahun Hanur merantau ke tempat pamannya untuk bekerja dengannya dan sekaligus belajar menjadi wirausaha. Dia belajar bagaimana mekanisme pasar, mengelola keuangan dengan baik dan memanagemen suatu lembaga agar berjalan dengan lancar. Setelah meras cukup akan pengalaman dan ilmu yang ia dapatkan, Hanur pergi ke Jogja untuk merintis usahanya, Hanur mempunyai banyak sekali kenalan semasa kuliah di Jogja dulu. Hal itu membuatnya mudah untuk mendapatkan informasi serta berbagai macam kesempatan untuk promosi. Pada awalanya Hanur hanya memiliki 1 toko elektronik berkat kegigihannya dan keuletannya kini dia memiliki banyak cabang toko di bebagai daerah di Jawa, Kalimantan, Sumatra dan Bali. Bahkan kini dia sedang merintis pabrik elektronik yang sejak dulu ia impi – impikan. Semua itu tak mudah Harun dapatkan begitu saja, berbagai hambatan dan rintangan telah ia lalui. Lika – liku kehidupan yang begitu  menyakitkan ia lewati. Bersakit – sakit dahulu bersenang – senang kemudian, peribahasa yang sangat cocok bigi para wirausaha. Setelah ia mendapatkan apa yang ia inginkan sejak dulu, Harun kembali ke rumah dengan dada membusung. Begitu bangganya orang tua Harun melihat kesuksesan anaknya yang dulu dilarang untuk memilih jalan hidupnya sendiri.

by : Andrian Izza Prayudhi


3 komentar: